Jumat, 31 Januari 2014

Polisi Sipil Vs Polisi Exclusif


Tahun 2005 saya pernah membantu tetangga yang sedang kena musibah mejadi pelaku Penganiayaan, Kasus ini sungguh sangat menyentuh karena pelaku yang saya ingin tolong itu sangat lugu dan sangat tidak masuk akal kalau dia sanggup memukul orang, rupanya suatu contoh berbaktinya seorang anak menyaksikan ibunya di lecehkan tetangga, nasib malang menimpanya sampai-sampai harus kehilangan satu-satunya tanah warisanya dijual untuk menebus kesalahanya karena telah aniaya tetangga yang cunihin(tukang colek) satu hal yang ingin saya kutip dalam tulisan saya ini, karena dalam upayaberdamai dengan korban dialog saya dengan petugas polisi, ketika saya mencoba menyentuhkan kasus ini untuk penangguhan penahanan ada jawaban yang mencerminkan budaya arogan, budaya yang membangun exclusivnya polisi yaitu “Bu tidak perlu masyarakat umum tahu ” padahal itu pengetahuan umum. Saya cuma ingin penahanan ini di tangguhkan, tetangga saya pastinya tidaak bakal lari, dia tidak bakal menghilangkan barang bukti, dan tak akan berani mempersulit penyidikan, Polisi menjadi exclusive karena kewenangannya karena diskresinya, sehingga mengantongi nama-nama pejabat polisi bisa menjadi gaman/senjata mencatut nama istilahnya SBY, banyak orang yang memanfaatkan untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji, Polisi menjadi Exclusive dan ditakuti.

Sebagai sesama Polisi saya sangat maklum karena saya tahu beban tugas rekan rekan dilingkungan reserse yang ditutuntut kinerjanya padahal tugasnya sangat berat, anggaran dinas masih sangat minim, tapi apakah masyarakat mengerti seperti apa beratnya tantangan tugasnya, tidak pulang siang malam menyanggong /mengejar pelaku criminal mereka butuh akomodasi, dinas belum mengakomodir beban tugas Polisi ini kalau ada baru 20 % saja. Masyarakat hanya mengerti Polisi mata duaitan, Polisi tidak akan mempermudah urusan kalau tidak pakai uang.

Membangun Empati di hati yang sudah Antipati,

Perkap (Peraturan Kapolri) No No. 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman dasar Strategi dan Implementasi Perpolisian mayarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri, menganjurkan pola operasional Kepolisian menekankan upaya penindakan hukum merupakan upaya penindakan alternative, tindakan yang paling akhir, bila cara cara persuasip lainya tidak berhasil, Penegakan hukum berorientasi non yustitia, Sebagai jawaban dan tantangan zaman , Polisi sedang hingar bingar membenahi diri dengan Reformasi Birokrasi, yang implementasinya dimulai pada merobah paradikma berfikir tak cukup dari paradikma berfikir insan-insan Polrinya namun juga termasuk Masyarakat yang dilayaninya,tahapan pertama dalam era Trust Building ini Polri membangun simpati masyarakat bagai lagunya Rosa dan Ari Laso “Mencoba bertahan di atas puing-puing cinta yang tlah rapuh, apa yang ku genggam tak mudah untuk aku lepaskan. ” lagu ini mensiratkan hubungan yang sudah tidak harmonis namun harus tetap di pertahankan antara Polisi dan masyrakat , benci tapi rindu, Polri sekarang ini menanggung dosa-dosa lama dosa yang sudah membudaya yang harusnya di pikul bersama masyarakat karena masyarakat ikut andil dalam budaya dosa tadi. Dengan pola operasional Polri mengacu perkap No 7 diatas tentu tak boleh lagi Polisi pelit informasi, menyimpan prinsip-prinsip penegakan hukum agar prosedur menjadi terasa rumit, dan belas kasih kebijaksanaan polisi menjadi bernilai tinggi, sebab manakala pola pikir lama tidak berubah Polisi akan tetap exclusive jauh dari humanis jauh dari Polisi Sipil, Polisi tak akan mampu menjadi pelopor perubahan dalam krisis berbagai dimensi ini. Apa yang bisa kita tinggalkan kerusakan kerusakan hilangnya nilai nilai luhur sebagai prasarat terbangunya etos kerja Negara dengan rakyat yang miskin, jauh dari ketenteraman, kedamaian taruhlah kita sudah meninggalkan harta berlimpah buat anak cucu kita, ada jaminankah anak-anak kita hidup berdamai dalam kondisi masyarakat yang tidak damai?



Kompol Sutarmini

Kasubid Publikasi

Bid Humas Polda DIY.

0 komentar:

Posting Komentar